
HAB Amiruddin Maula
Keterlaluan, egois, fitnah, pengecut, dan banyak lagi ungkapan sejenis yang dilontarkan oleh banyak pihak dalam menanggapi beredarnya sebuah tabloid yang isinya menyebar fitnah untuk menyerang kehormatan SYL. Gubernur SYL difitnah sebagai ”Gubernur Narkoba” bahkan daerah Sulawesi Selatan yang dihuni oleh penduduk lebih kurang 7 juta jiwa ini, disebutnya sebagai Surga Narkoba.
”Kita dilecehkan dan dihina oleh mereka yang tidak bertanggung jawab, ingin kupenggal lehernya andaikan dia mau berdiri di depan saya”. Begitu ungkapan kemarahan seorang tokoh pemuda yang bertubuh kekar dan berwibawa dalam balutan uniform organisasinya, sambil memegang gulungan koran yang baru saja selesai dibacanya di loby sebuah hotel berbintang di daerah ini.
Dalam politik, terlebih lagi dalam memperebutkan simpati rakyat sebagai penentu keterpilihan seseorang menjadi pejabat publik, selalu saja ada provokasi dalam bentuk kampanye hitam (black campaign) dengan cara menjelek-jelekkan kandidat.
Dalam pilgub tahun 2008 lalu, SYL sebagai salah satu kandidat penantang petahana waktu itu, juga diisukan sebagai pecandu narkoba dan dinasty Yasin Limpo, namun kenyataannya masyarakat pemilih tidak terpengaruh sama sekali, bahkan SYL berhasil mengungguli rivalnya yang nota bene sebagai petahana, sehingga keluar sebagai pemenang.
Kini SYL kembali diterpa isu yang sama dengan modus operandi melalui penerbitan tabloid ”jadi-jadian” yang tidak dapat ditelusuri asal muasalnya, sehingga tabloid itu lebih tepat disebut ”selebaran gelap”, sehingga logika publikpun tergiring untuk curiga terhadap kubu pendukung rival SYL Kecaman yang bermunculan dari masyarakat baik itu sebagai suara perorangan maupun sebagai suara ormas, membuktikan bahwa masyarakat kita sudah sangat dewasa dan semakin cerdas dalam berpolitik.
Alih-alih terpengaruh membangun image negatif terhadap ketokohan SYL, bahkan boleh jadi justru berbalik menjadi simpati, yang dapat mengantarkan SYL kembali keluar sebagai pemenang pilgub yang akan datang.
Kemungkinan itu nampaknya menjadi kekhawatiran dari para rival SYL, sehingga merekapun ramai-ramai menepis kecurigaan itu, bahkan buru-buru juga melontarkan kecurigaan terhadap kubu SYL yang seolah-olah berkepentingan untuk meraih simpati rakyat dengan cara membangun imege terdzolimi. Akibatnya antar figure yang bersaing dalam pertarungan Pilgub, terjebak dalam komunikasi saling tuding, sebagai sumber dan penggerak kampanye hitam itu.
Komunikasi politik seperti itu, tentunya adalah cara-cara berpolitik yang tidak santun, karena tidak hanya akan membuat praktik kampanye hitam semakin merebak sebagai bentuk pembodohan rakyat, tetapi juga akan merendahkan kredibilitas dan elektabiltas masing-masing para kandidat.
Padahal Presiden SBY sangat terobsesi menganjurkan politik beretika dalam proses pembelajaran berdemokrasi di negeri ini, agar para politisi menampilkan perilaku politik yang bersesuaian dengan karakter kita sebagai bangsa yang beridiologi pancasila sehingga nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan rasa keadilan itu semestinya melandasi sikap politik para anak bangsa di negeri ini.
Sungguhpun sejarah panjang budaya politik kekuasaan pemerintahan negara itu telah merekam betapa para politisi dengan seluruh perangkat kemanusiannya seringkali lebih mengedepankan ego dan nafsunya untuk berkuasa ketimbang nurani dan harga dirinya.
Sejak permulaan abad ke delapan belas lahir teori dari Nicollo Machiavelli yang berpandangan bahwa tujuan negara (kekuasaan) yang selalu hendak dituju adalah tercapainya tata-tertib dan ketenteraman, dan itu hanya dapat diwujudkan oleh pemerintahan yang tidak dihalang-halangi dan dirintangi oleh barang sesuatupun. Sejak itu orang lalu mempopulerkan ajaran Machiavelli itu dengan analogi politik yang menghalalkan segala cara, jika perlu dengan kekerasan, tipuan, dan lain-lain cara yang jahat sekalipun.
Namun seiring dengan perkembangan peradaban dan semakin tingginya kesadaran warga dunia untuk memberikan perlindungan tinggi terhadap hak-hak azasi manusia, maka ajaran tersebut sudah mulai digugat dan ditinggalkan, sehingga terminologi politik beretika sebagaimana yang diperkenalkan oleh Presiden SBY yaitu Cerdas, Bersih dan Santun, semestinya menjadi rujukan bagi para kandidat calon Gubernur dalam bertarung pada pilgub yang akan datang, agar tidak ada lagi praktek kampanye hitam sebagaimana yang akhir-akhir ini menerpa para kandidat.
Sebagai petahana, SYL tentunya memang mendapatkan tugas ganda dalam pilgub yang akan dijelang. Kurun waktu yang tersisa enam bulan ke depan, sudah demikian singkat untuk menjelaskan kepada rakyat tentang berbagai keberhasilan yang telah dicapai dalam pelaksanaan tugas-tugasnya sebagai Gubernur dengan indikator-indikator yang jelas dan secara nyata dirasakan oleh rakyat.
Selain itu juga wajib menjelaskan secara terbuka kelemahan-kelemahan yang masih ada, dan recana-rencana perbaikan dan peningkatan kinerja untuk kesejahteraan rakyat yang lebih baik lagi kedepan sebagai salah satu bentuk keterpanggilan untuk bertarung lagi pada Pilgub yang akan datang.
Sebaiknya tidak banyak membuang-buang waktu melayani kampanye hitam yang sifatnya hanya fitnah itu, sunggupun dapat dipahami bahwa fitnah itu memang sangat tidak mengenakkan sebagaimana Allah berfirman bahwa ”fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan” (AQ.2/191). Namun sebagai putra bangsa yang dianugrahi oleh negara Bintang Maha Putra Utama, tentunya jauh lebih baik dan bermamfaat bila tetap fokus memberikan pengabdian terbaik untuk kesejahteraan rakyat.
Sebagai pemimpin tentunya sudah terbiasa menemukan orang-orang yang seringkali keterlaluan, bertindak tidak logis, dan hanya mementingkan diri sendiri, maka maafkanlah mereka. Jangan pernah terganggu atas tuduhan adanya pamrih dalam setiap perbuatan baik dan kerja keras dalam mengemban jabatan selama ini, karena bagaimanapun juga bersikap baik dan peduli terhadap rakyat itu adalah esensi kedamaian yang dirindukan oleh seluruh rakyat.
Jangan peduli terhadap cemohan dan cibiran ketika keberhasilan kinerja dijelaskan kepada rakyat, oleh karena hal itu adalah kewajiban sebagai pengemban amanah. Segala keberhasilan yang membuat seorang tenang dan bahagia, sangat mungkin orang lain menjadi iri, namun hal itu tidak mesti membuatnya jadi sengsara. Teruslah bekerja untuk kesejahteraan rakyat yang lebih baik, oleh karena sebagai pengemban amanah, hal itu adalah urusan antara engkau dengan Al-Khalik dan bukan lagi antara dirimu dengan kami sebagai rakyatmu.